Setelah Periode Peraliahn, perkembangan selanjutnya ditulis per periode Kepala Pemberantasan (Pengendalian) Kusta Nasional.
1. Dr. H. Boenyamin: 1950 - 1959
Pada tahun 1950 Dr. H. Boenyamin menjadi kepala Pemberantasan Kusta Nasional, (Sekarang dikenal Pengendalian Kusta Nasional ), berkedudukan di Jakarta. Selain itu Dr. Boenyamin juga diangkat menjadi kepala Pusat Penelitian Kusta, yang kemudian berubah nama menjadi Lembaga Penelitian Pemberantasan Penyakit Kusta – Lembaga P3 (“The Leprosy Control Research Institute”) yang terletak di Jalan Kimia di Jakarta.
Indonesia memulai pengobatan untuk kusta mono terapi dengan Diamino Diphenil sulfon (DDS) pada tahun 1951. Pengobatan dengan DDS diberikan melalui klinik khusus. Karena pengobatan kusta ditangani dengan cara yang khusus, semua staf yang terlibat harus menjalani pelatihan khusus. Sejak 1953 semua staf dan petugas pada klinik khusus kusta diberi pelatihan di lembaga P3, sedangkan pelatihan untuk program rehabilitasi diadakan di Rumah Sakit Kusta Sitanala Tangerang.
Rumah Kusta Sitanala didirikan pada tahun 1951. RS ini adalah pindahan dari Rumah Sakit Kusta Lenteng Agung’ yang terletak 12 km sebelah Selatan dari Pusat Kota Jakarta. Rumah Sakit dipimpin oleh Dr. Vander Heide (seorang dokter Belanda) ikut pindah ke Tangerang sekitar 25 km Barat Jakarta.
Selama periode ini rumah sakit Kelet di Jawa Tengah juga ditingkatkan menjadi Rumah Sakit Kusta dan dari tahun 1951 dan seterusnya orang-orang dengan penyakit umum tidak diterima lagi. Pada saat yang sama, semua orang terkena kusta yang dirawat di RSKusta Plantoengan dipindah ke RS Kusta Kelet.
Sistem pencatatan dan Pelaporan diperkenalkan tentang jumlah kasus terdaftar dan jumlah kasus dengan cacat. Dr Boenyamin menyusun laporan ini dan membuat peta kusta di Indonesia.
2. Dr M. Arief: 1956 - 1962
Selama periode Dr. M. Arief, Leprosy Control Research Institute (Lembaga
P3) terus bekerja sama dengan Program Pengendalian Kusta. Ia melanjutkan
kebijakan pengendalian kusta melalui klinik khusus (Balai Pengobatan kusta) di
seluruh negeri.
3. Dr Soepomo HT 1963-1965
Ketika Leprosy Control Research Institute (Lembaga P3) ditutup Mei 1965
semua kegiatannya diintegrasikan dalam Penegendalian
Kusta, yang kemudian dikenal sebagai Pengendalian
Kusta Nasional. Kebijakan Pengendalian kusta tetap dilanjutkan melalui klinik
khusus (BP Kusta)
4. Dr Kamal Mahmoed: 1966 - 1969
Program Pengendalian Kusta Nasional ditempatkan di bawah Direktorat
Jenderal Pengembangan Kesehatan (Direktorat Jenderal Bina Waluya).
Hingga 1968 penderita kusta yang dirawat di klinik kusta khusus, dipisahkan
dari orang-orang dengan penyakit umum. Mono DDS masih digunakan untuk pengobatan.
Pada tahun 1969 kebijakan pemerintah menetapkan bahwa dokter harus
melakukan pekerjaan wajib (Inpres=Instruksi Peresiden) di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Sejak itu,
pengobatan kusta secara bertahap terintegrasi dalam layanan Puskesmas dan
klinik kusta khusus ditutup satu persatu. Penderita kusta tidak lagi disolasi.