5. Dr. M.R Teterissa 1985 - September 1989
Sub-Direktorat Pemberantasan Kusta masih dipertahankan namanya tapi
Direktorat Jenderal P4M sekarang menjadi Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (CDC & EH).
Pemberantasan Kuta Indonesia masih dilakukan dengan menggunakan DDS mono
tapi sudah dimulai program MDT secara
bertahap. Dengan kemajuan Program MDT di Indonesia, Lembaga Donor seperti
Sasakawa Memorial Health Foundation, The Leprosy Mission, Ciba Geigy Leprosy Fund,
dan Nederlandse Stichting voor Leprabestrijding (NSL) meningkatkan bantuan
mereka. Tercatat penderita kusta pada waktu itu 126.221, PR 8,1 per 10.000
penduduk pada tahun 1985. Jumlah ini menurun menjadi 112.233 dengan PR 6,9 per
10.000 penduduk selama masa akhir Dr. Teterissa pada tahun 1989.
6. Dr. Yamin Hasibuan periode 1989-1999
Pada tahun 1991, Negara Anggota dari WHO, melalui resolusi di Majelis
Kesehatan Dunia (WHA 449), menyatakan niat mereka untuk menghilangkan kusta
sebagai masalah kesehatan masyarakat pada tahun 2000 (program eliminasi kusta).
Menurut WHO pengertian eliminasi ialah prevalensi kusta di bawah satu per
10.000 ponduduk, sehingga tidak merupakan masalah kesehatan masyarakat.
Setelah deklarasi resolusi WHA, Indonesia berkomitmen untuk eliminasi kusta
di Indonesia pada tahun 2000. Indonesia berpartisipasi dalam Konferensi
Internasional tentang Eliminasi Kusta, di Jakarta (1991), Orlando (1993), Hanoi
(1994), Beijing (1998).
Pada Konferensi Internasional di Hanoi, Vietnam, Juli 1994 untuk pertama
kali secara aklamasi oleh seluruh peserta mengeluarkan Deklarasi (Deklarasi
Hanoi). Indonesia juga berpartisipasi dalam Konferensi Internasional ke-2 pada Eliminasi
Kusta diselenggarakan di New Delhi 11-13 Oktober 1996 hingga memperkuat komitmen
deklasi Hanoi. Indonesia kemudian menetapakan tujuan Nasonal Program Eliminasi Kusta,
sejalan dengan target global yaitu PR menjadi kurang dari 1 per 10.000 penduduk
pada tahun 2000 (EKT 200).
Strategi Nasional EKT 2000 di Indonesia dirumuskan berdasarkan rekomendasi
dari workshop Leprosy Control Programme Manger di New Delhi 07-12 Februari 1993.
Dalam pelaksanaan semua strategi dan kegiatan, masalah yang paling penting
adalah untuk memastikan bahwa obat MDT cukup yang tersedia di semua fasilitas
kesehatan, dan bahwa semua kasus yang ditemukan diberi pengobatan MDT. Untuk
daerah sulit diakses ditangani dengan program khusus (Proyek Aksi Khusus untuk Eliminasi:
Special Action Project for Elimination of Leprosy - SAPEL). Perumusan peran semua
sektor dan LSM di Indonesia tentang klarifikasi jenis dukungan dan daerah yang
dibantu, mobilsasi sumber daya yang dibutuhkan terjamin tepat waktu.
Juga sangat penting adalah advokasi dan de-stigmatisasi kusta di masyarakat. Untuk tujuan ini beberapa acara telah dilakukan di Indonesia.
Pada tahun 1988, Indonesia meluncurkan Nasional Sport acara untuk
orang-orang yang pernah mengalami kusta di Tangerang, yang diselenggarakan oleh
Rumah Sakit Sitanala Kusta.
Rangkain acara Poprpentas presiden Soeharto berkenan menerima orang yang pernah mengalami kusta di Istana
Negara, berjabat tangan dengan mereka. Presiden Soeharto peduli,
sehingga beliau memeritahkan untuk menghilangkan penyakit kusta di Indonesia.
· Mr. Roichi Sasakawa mengunjungi Rumah Sakit Kusta Sitanala Tangerang pada tahun 1988.
· Pada tahun 1990, Pospentanas kedua untuk penderita kusta
diadakan di Ujung Pandang (Makassar).
· Ciba Geigy Leprosy Fund medanai produksi 2 film kusta dokumenter berjudul
'Ikan Sehat Tetap Sehat' dan 'Bapakku Garang Bapakku Sayang'. Saya ikut main
film yang berperan sebagai Dr. Harun.
Film itu adalah salah satu bentuk pesan tentang Pendidikan Informasi dan
Komunikasi (IEC) tentang penyakit kusta: apa itu kusta, bagaimana diagnosis dan
pengobatan.
Hasil pelaksanaan MDT dari tahun 1990 dan 1995 ditunjukkan pada peta di
bawah ini
Untuk mempercepat eliminasi kusta, Indonesia juga melakukan kampanye Eliminasi Kusta 2000 (LEC), dan Monitoring Eliminasi Kusta (LEM) untuk menilai kualitas program.
Bersambung.....
Tulisan Lengkap, klik ini:





