Koloni kusta Saparua /
'Waehenahea'
Informasi Umum
Inventarisasi dilakukan pada tahun 2003.
Inventarisasi dilakukan pada tahun 2003.
Koloni ini didirikan pada
tahun 1950 diatas lahan 4 hektar. Menurut catatan yang ada di klinik, total
pasien yang terdaftar di pemukiman adalah sbb:
1953: 59
1969: 368
1975: 388
Sejak pengobatan MDT, banyak
pasien telah dinyatakan sembuh dan banyak dari mereka kembali ke kampung
halaman. Tahun demi tahun jumlah penghuni berkurang dan tidak ada
penerimaan pasien baru sejak tahun 1990.
Perkampungan ini sekarang dianggap
sebagai sebuah desa 'normal'. Ada 8 orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK)
tinggal di sana. Secara administratif pemukiman benar-benar
terintegrasi. Dan juga rumah-rumah pemukiman sekarang dicampur dengan
rumah-rumah lain dari masyarakat. Klinik Kusta yang lama telah berubah menjadi
gereja tetapi masih berfungsi juga sebagai klinik sederhana. Gereja ini
digunakan oleh orang-orang dari masyarakat termasuk orang-orang yang pernah
mengalami kusta. Pada saat kunjungan ada upacara Natal di
gereja; penulis menyaksikan sendiri orang sedang berdoa bersama-sama, di antara mereka juga penderita
kusta.
Sejak tahun 1990 OYPMK tidak
mendapat sumbangan dari pemerintah lagi. Mereka sudah mandiri. Mereka
mengolah tanah, menjual buah dan sayuran di pasar Saparua, mereka ada yang
masih dibantu keluarganya dan kadang-kadang menerima sumbangan dari gereja.
Pelayanan medis
Di pemukiman ada sebuah klinik sederhana yang juga
berfungsi sebagai gereja.
Tidak ada staf kesehatan permanen di sana, tetapi
seorang paramedis petugas kusta dari Puskesmas terdekat datang untuk
menjalankan klinik dua kali seminggu.
Riwayat hidup
2 OYPMK diwawanicarai,
berikut ini adalah riwayat singkat hidup mereka.
OYPMK-1, Pria berusia 62 tahun
Saya lahir di Ambon, pada tahun 1942. Ketika saya berusia 20 tahun
saya jatuh sakit dengan bercak merah tebal di kulit wajah dan telinga
saya. Saya tahu bahwa bercak itu adalah gejala kusta. Orang tua dan
tetangga saya juga tahu tanda-tanda penyakit kusta karena kami telah menerima
informasi dari petugas kesehatan pada waktu penyluhan kesehtan di desa. Saya sangat sedih dan pergi ke Klinik Kusta Benteng di Ambon untuk
konsultasi. Dokter menegaskan bahwa saya menderita penyakit kusta dan
memberi saya DDS tablet untuk pengobatan rawat jalan. Saya mengambil DDS
teratur selama satu tahun. Pada suatu hari saya mendapat reaksi, kondisi saya
menjadi lebih buruk dan jari-jari saya menjadi bengkok dan kaku (kiting). Saya
punya teman yang juga sakit kusta, ia tinggal di pemukiman Saparua. Dia
menyarankan saya untuk bergabung dengannya di Saparua. Saya setuju dan
pindah ke sana pada tahun 1964. Saya diterima tanpa syarat apapun. Semua
fasilitas termasuk obat yang diberikan secara gratis. Di sini saya diberi
tablet prednison selain DDS. Setelah beberapa bulan kondisi saya
menjadi lebih baik dan stabil. Saya terus mengambil DDS seperti yang
diperintahkan oleh dokter. Setelah beberapa tahun saya merasa bahwa saya
telah sembuh dan kemudian saya menikah dengan seorang wanita mantan kusta pada tahun
1980. Kami diberi sebuah rumah dan sebidang tanah di pemukiman. Kami memiliki 3
anak sehat, satu meninggal di Ambon.
Saya ingat bahwa selama periode 1964 - 1980, banyak pasien dirawat di
rumah sakit Saparua, sekitar 300 orang. Pada waktu itu pemerintah
setempat menginstruksikan semua penderita kusta untuk tinggal di pemukiman Saparua. Mayoritas
penduduk dipindahkan di dari pemukiman Hatuhalani Molana di P. Molana). Menurut kebijakan
pemerintah daerah, pemukiman Hatuhalani harus ditutup dan
semua penduduk dipindahkan ke pemukiman Saparua (Waehenahea). Karena
pemerintah menghentikan bantuan, banyak orang kembali ke kota asal mereka dan
sangat sedikit pasien baru datang untuk dirawat. Beberapa orang meninggal dari tahun ke
tahuan, maka jumlah penghuni pemukiman menjadi kurang. Sekarang hanya
tinggal 8 orang OYPMK.
OYPMK-2, Wanita berusia 70 tahun
Ketika saya berumur 25 tahun, ada timbul penebalan dan kemerahan di kulit. Suami saya mengatakan saya kena kusta dan dia menyuruh saya pergi ke Puskesmas
untuk konsultasi. Saya didiagnosis kusta dan diberi pengobatan. Suami saya
takut kusta, saya diceraikan langsung. Dia tinggalka saya sendirian. Dua anak
kami tinggal bersama suami saya. Pada tahun 1966 saya melaporkan ke
petugas kusta dengan militer tetapi saya dipaksa untuk pergi ke rumah sakit kusta
Saparua. Ada sekitar 250 orang yang tinggal di pemukiman Saparua pada waktu
itu. Semua orang diperlakukan sama, tidak ada pembayaran, diberikan makanan dan
pakaian secara geratis oleh pemerintah.
Pada tahun 1980 semua sumbangan dari pemerintah berhenti. Setelah
itu hanya beberapa orang yang tetap tinggal, banyak kembali ke keluarga mereka.
Saya tinggal sendirian di sini, saya
tidak bisa bekerja lagi karena saya sudah tua. Saya bergantung pada orang lain. Terima kasih
Tuhan, saya masih mendapatkan bantuan kadang-kadang dari kerabat saya, gereja dan yayasan
Belanda.
Bersambung......Koloni Kusta di prov Maluku Utara
Tulisan Lengkap, klik ini:



