www.berimbng43.com Label: Aceh Koloni.
Desa Purwadadi sekitar 10 KM dari Kutacane
Koloni kusta Kolam
Natam terletak sekitar 5 KM dari Puskesmas Natam.
Sejarah Kolam Natam
didapat dari penjelasan Bapak Nababan yang merupakan Koordinator Sumbangan
untuk Koloni Kusta. Nababan bekerja untuk Gereja di Leuwi Desky Dan juga
sebagai kepala Klink kesehatan termasuk Penderita kusta.
Penjelasan pak
Nababan:
Selama pendudukan
Belanda di Indonesia, penderita kusta di Aceh Tenggara harus diisolasi di desa
Purwadadi, sekitar 10 Km dari Kutacane ibukota Kabupaten Aceh Tenggara. Bantuan
Belanda mencakup biaya hidup dan perumahan dan dikelola sendiri oleh Belanda.
Pemerintah daerah berpikir bahwa lokasi kusta ini perlu dipindah ketempat lain
karena untuk perkembangan kota dan adanya stigma kusta. Pemerintah menyediakan
lahan di Kolam Natam 6 KM dari Purwadadi. Pastor EA M Raessens dari Gereja
Lewidesky degan dana Gereja membangun perumahan di Lahan Yang disediakan oleh
Pemerintah pada tahun 1971. Dipindahkan secara bertahap dan pada tahun 1972
semua penghuni koloni telah dipindahkan ke Koloni Kolam Natam. Beberapa pasien telah meninggal dan beberapa
ada yang baru masuk ke Kolam Natam. Tercacat ada 146 penghuni dengan 68
pasangan.
Menurut pak Nababan
Gereja menyediakan beras, uang Rp. 30.000 per bulan per pasien. Untuk pasien
cacat mendapat tambahan Rp 20.000 per bulan. Pakaian diberikan 2 kali setahun.
Pengamatan dan
periksaan penyakit:
Banyak pasien
dengan ulkus plantaris, beberapa kiting jari pada tangan dan kaki. Anak-anak
bersekolah di sekolah umum. Biaya sekolah terasa sangat tidak mencukupi. Koloni
ini tidak terkena tsunami tahun 2004.
Pada kesempatan
kunjungan dilakukan wawanicara lansung kepada 2 orang mantan kusta tentang
penyakitnya secara singkat.
Mantan kusta I:
Laki-laki, umur 62
Tahun.
Menurut
penuturannya:
Saya lahir pada
tahun 1943. Ketika saya berumur 25 tahun, saya jatuh sakit. Saya menemukan
banyak bercak putih mati rasa di badan saya dan bercak merah di wajah
saya. Pertama kali saya berobat ke dukun
tetapi tdak sembuh. Saya telah menikah ketika saya masih 19 tahun. Kami punya
satu anak, tapi meninggal berumur 3 tahun. Orang-orang di desa saya tahu bahwa
saya sakit kusta. Mereka menyarankan saya untuk pergi pemukiman Lausimomo
(perkampungan kusta di Sumatera Utara) untuk mendapat pengobatan. Saya ikuti,
dan saya diterima di sana. Saya mendapat pengobatan dengan suntikan Promin dan DDS. Beberapa
tahun kemudian saya kembali ke desa saya untuk bersatu kembali dengan istri saya. Tetapi kami ditolak untuk tinggal
di desa kami oleh masyarakat.
Pada tahun 1971
saya dan istri pindah ke pemukiman Purwodadi. Saya pernah mengalami reaksi,
kulit bengkak-benkgak, kemudian jari jari-jari saya menjadi cacat (kiting).
Pemerintah memindahkan seluruh penghuni dari Purwodadi ke pemukiman Kolam Natam
pada tahun 1972. Sejak itu kami telah tinggal di sini. Saya menerima biaya
hidup yang sama dengan orang lain. Istri saya tidak mendapat jatah karena ia
tidak sakit kusta.
Mantan kusta II:
Wanita berusia 65
Tahun
Menurut
penuturannya:
Saya sakit ketika
saya berumur 20 tahun. Saya menemukan banyak bercak putih seperti panu pada
tubuh saya dengan hilang rasa pada bercak. Atas kemauan saya sendiri pergi ke
penkampungan kusta Purwodadi dengan suami dan 2 anak saya. Suami saya meninggal
6 bulan kemudian. Kami mengikuti program Pemerintah dan pindah ke Kolam Natam
pada tahun 1972. Pada tahun tahun 1982 saya diberi obat MDT selama 2 Tahun.
Tulisan Lengkap, klik ini:
