Sambunga dari episode terdahulu.
5. Dr M. Adhyatma: 1970 - 1974
(Sebelum meninggal dunia, jabatan terakhir adalah Menteri Kesehatan RI pada Kabinet Pembangunan)
Selama periode Dr.
Adhyadma, Program Pengendalian Kusta Nasional berada di bawah struktur
organisasi Direktorat Jenderal Pengembangan Kesehatan. Kemudian ia dikenal
sebagai Direktorat Jenderal Pencegahan
Dan Pemberantasan Dan Pembasmian Penyakit Menular (P4M / Krida Nirmala).
Di bawah Pemerintah baru Presiden Soeharto pembangunan di Indonesia secara
sistematis dirancang dalam rencana 5 tahun. Rencana 5 tahun pertama tetap dari
tahun 1970 sampai 1974. Pengendalian Kusta dimasukkan dalam Rencana 5-tahun
pertama ini. Pada saat itu (1970) jumlah total kasus kusta yang terdaftar
adalah 53.274 di Indonesia, dengan prevalensi (PR) dari 4,4 per 10.000
penduduk. Pada akhir periode Dr Adhyatma pada tahun 1974, dilaporkan bahwa ada
93.395 kasus kusta dengan PR 7,4 per 10.000 penduduk.
6. Dr Andy A. Louhenapessy: 1974-1985
(Jabatan terakhir adalah konsultan kusta WHO South East Asia Region di New Delhi India).
(Jabatan terakhir adalah konsultan kusta WHO South East Asia Region di New Delhi India).
Kantor Pengendalian Kusta berubah nama menjadi Sub-direktorat Kusta di bawah struktur organisasi Direktorat P4M.
Metode pemberantasan untuk kusta menjadi lebih jelas. Pengobatan dengan mono
terapi DDS terus. Pada periode pengobatan dini, khasiat DDS cukup baik. Terapi
mono DDS terbukti sangat baik di Bali di bawah bimbingan Dr Ichsan dan banyak
orang ditemukan dan disembuhkan. Kelemahannya adalah bahaya orang mulai bosan minum
obat seumur hidup ini. Akibatnya, ketika obat tidak diambil secara teratur dan
dengan dosis kecil, resistensi terhadap DDS akan terjadi. Pada tahun 1981
Komite Ahli WHO merekomendasikan pengobatan kusta menggunakan kombinasi dari
Rifampicin, Lamprene dan DDS (Multidrug Therapy - MDT).
Indonesia mengadopsi penggunaan obat gabungan ini pada tahun 1982 pertama
dalam skala kecil karena tidak semua Purkesmas memiliki dokter - yang
diperlukan untuk pengawasan saat Rifampisin digunakan. Dalam pengobatan MDT
Indonesia selalu memenuhi rekomendasi WHO. Rifampisin dan DDS diberikan untuk
PB kusta selama 6 bulan dan untuk jenis
MB kombinasi rifampisin, Lamprene dan DDS selama dua tahun.
Sejak kemerdekaan Indonesia, Indonesia secara aktif berpartisipasi dalam Kongre
Kusta International seperti Havana (1948), Madrid (1953), Roma (1953), Tokyo
(1963), London (1938), Bergen (1973), Kuala Lumpur (1982) , dan New Delhi
(1984). Suatu rekomendasi dari kongres mempengaruhi metode pengendalian kusta di Indonesia.
Kegiatan utama Pemberantasan Kusta ialah penemuan kasus, pengobatan dan pengawasan
kasus (case holding), rehabilitasi, pendidikan kesehatan, pelatihan pekerja
kusta, pencatatan dan pelaporan.
Organisasi pengendalian kusta dengan di pusat tingkat, provinsi, kabupaten
dan Puskesmas sekarang menjadi lebih jelas. Dokter dilatih di provinsi disebut Dokter
Kusta Provinsi, Paramedis terlatih dalam kusta dan terlibat pengendalian kusta
di tingkat provinsi disebut Wasor kusta Provinsi sedangkan di tingkat kabupaten
mereka disebut Wasor kusta Kabupaten. Petugas Kesehatan melakukan kegiatan
pengendalian kusta di Puskesmas disebut Juru Kusta.
Pelatihan bagi pekerja kusta ditingkatkan. Dengan bantuan dari Denish Save
the Children Organization (DSCO) Pusat Pelatihan Nasional untuk Kusta didirikan
di Ujung Pandang pada tahun 1975. Indonesia menetapkan kebijakan pengendalian kusta sebagai berikut: · kegiatan pengendalian kusta yang
terintegrasi dalam layanan kesehatan umum · Kemoterapi disediakan gratis · Regiman terapi mengikuti rekomendasi WHO · Orang yang terkena kusta tidak harus
diisolasi.
Pada tahun 1975 jumlah dilaporkan penderita kusta adalah 99.450, dengan Prevalence Rate (PR) dari 7,5 per 10.000 penduduk. Pada akhir masa Dr Andy pada tahun 1985 jumlah kasus adalah 125.300 dengan PR 8,2 per 10.000 penduduk.
Bersambung......
Pada tahun 1975 jumlah dilaporkan penderita kusta adalah 99.450, dengan Prevalence Rate (PR) dari 7,5 per 10.000 penduduk. Pada akhir masa Dr Andy pada tahun 1985 jumlah kasus adalah 125.300 dengan PR 8,2 per 10.000 penduduk.
Bersambung......
Tulisan Lengkap, klik ini: