RS Donorojo 2003. Penulis berdiri paling kiri
Tertulis didinding RS
Sejarah singkat rumah sakit Donorojo dan
permukiman
Selama pendudukan Belanda, Dr H. Bervoets seorang dokter Belanda diangkat sebagai direktur rumah sakit Kelet. Dr Bervoets adalah kerabat dekat Queen Willhelmina. Pada tahun 1930 beberapa kepala Kabupaten di Jawa mengirim hadih ke Ratu Willhelmina dalam acara perayaan Ulang Tahun Ratu. Ratu kemudian menyerahkan hadiah kepada Dr H. Bervoets dengan instruksi nya adalah bahwa hadiah berupa uang dikembalikan ke Indonesia yang akan digunakan untuk Program Sosial di provinsi Jawa Tengah. Dr Bervoets kemudian menggunakan uang tersebut untuk membangun RSK & Koloni Kusta. Dengan uang itu ia bisa membeli 200 hektar lahan (masih hutan) di Banyumanis.
RSK Donorojo didirikan di lahan ini terletak 15 KM dari RSK Kelet. "Kata Donorojo" adalah "Dana Dari
Raja". Perumahan pegawai dan gereja dibangun disekitar RS. Dilahan
sekitarnya dibangun perkampugan kusta (koloni kusta).
RSK dibangun pada tahun 1942, dan
dokter-dokter yang bertugas di sini ialah: Dr. Bervoets, Dr. KPCA Gramberg dibantu
oleh Van Rijn Pochet, FC Housdens.
Pada tahun 1942 Pemberantasan Kusta
Nasional dipimpin oleh Dr JB Sitanala. Dr Sitanala menginstruksikan bahwa RS
Donorojo secara adminitratif bersatu dengan RSU Kelet. Maka sejak itu RSU Kelet
berfungsi melayani pasien umum dan kusta dan dipimpin oleh Dr GH
Rehatta. Pada tahun 1950 RS Kelet ditetapkan khus melayani kusta, terutama
untuk menampung semua pasien kusta dari koloni Plantoengan. Pada tahun 1950 Dr
Aminudin ditetapkan memimpin RSK Kelet dan Donorojo Selama masa jabatannya,
pemukiman dikembangkan untuk rehabilitasi. Dr Aminudin digantikan oleh
Jochanan Kartoatmojo (1971).
Sejak tahun 1970 RSK Kelet dan Donorojo menjadi milik Dinas Kesehatan Provinsi secara adminstratif berada di bawah pengawasan RSK Tugurejo Semarang. Dari 1976 - 1978 Dr Ingga Wijayanti ditunjuk menjadi direktur RSK Kelet dan Donorojo.
Sejak tahun 1970 RSK Kelet dan Donorojo menjadi milik Dinas Kesehatan Provinsi secara adminstratif berada di bawah pengawasan RSK Tugurejo Semarang. Dari 1976 - 1978 Dr Ingga Wijayanti ditunjuk menjadi direktur RSK Kelet dan Donorojo.
Inventarisasi tahun
2003.
Pada kenyataannya kopleks terdiri sebuah
RS dan dan pemukiman sekitarnya. RS melayani hanya untuk pasien kusta, memiliki
75 tempat tidur. Fungsi RS pada saat kunjungan seperti penampungan
pasien-pasien kusta yang sudah tua (lansia), merupakan klinik dan perawatan
sementara dari pasien kusta yang berasal dari pemukiman sekitar RS.
Ada 4 desa kusta (pemukiman) yang
mengelilingi rumah sakit yaitu Plang Gundul, Sumber Tiga, Kali Semut dan
Liposospaca dengan luas lahan 179 hektar.
Rumah Sakit:
Ada 13 pasangan dengan anak-anak mereka
tinggal di bangsal yang dimodifikasi sebagai ruang tempat tinggal keluarga.
Pasien yang tidak dengan keluarga tinggal di bangsal, secara terpisah 37
laki-laki dan 25 perempuan. Dari pengamatan sebenarnya semua tidak ada indikasi
medis untuk rawat inap. Sangat sedikit kegiatan klinik dan menurut staf beberapa
peralatan telah diambil oleh rumah sakit Tugurejo Semarang. Perawatan
kesehatan dan semua fasilitas diberikan secara gratis kepada pasien
kusta. Rumah sakit ini dibiayai oleh pemerintah provinsi melalui rumah
sakit Tugurejo dalam paket Rumah Sakit Kelet. Rumah sakit menyediakan
makanan sehari-hari untuk pasien.
Koloni Kusta:
Jumlah penduduk di pemukiman (Plang
Gundul, Sumber Tiga, Kali Semut dan Liposospaca) adalah 370 orang terdiri dari
231 mantan pasien kusta dan 139 orang sehat. Oleh karena itu proporsi
mantan pasien kusta adalah 62%. 120 pasangan pasien mantan kusta dengan
anak-anak mereka yang sehat, dan mereka menikah dengan orang normal (tidak mantan
kusta pasien). Tidak ada mendapat subsidi apaun dari
pemerintah. Mereka bisa mencari nafkah dengan mengolah tanah yang
disediakan oleh pemerintah seperti pertanian, peternakan ayam, unggas, dll
Anak-anak mereka memiliki beasiswa dari donor.
Orang sehat juga tinggal di pemukiman
sekitarnya di tanah milik pemukiman; mereka adalah staf rumah sakit dan
dari masyarakat umum. Mereka bertetangga dengan masyarakat sekitar dengan tidak batas
yang jelas. Pada waktu inventariasi, tidak dapat menemukan catatan yang pasti mengenai
jumlah total orang sehat.
Wanita berusia 25 tahun dengan anak kembarnya
Saya lahir di Jember, Jawa Timur pada tahun
1978. Ketika saya berusia 7 tahun saya mulai menyadari ada bercak pada kulit
saya, tapi saya tidak peduli tentang hal itu dan tidak pergi ke Puskesmas sampai
penyakit saya menjadi parah; Saya demam dan nyeri sendi. Dokter
mengatakan kepada saya bahwa saya sakit kusta dan sedsng mengalami reaksi
kusta. Dia disankan berobat ke RS Kusta Kediri. Saya dirawat di rumah sakit sekitar
6 bulan dan ketika kondisi saya stabil lagi, saya kembali ke rumah. Tapi
aku saat itu saya sudah terlanjur cacat jari (kiting).
Teman saya mengatakan bahwa tangan saya bisa
dioperasikan di RSK Tugurejo di Semarang. Sekali lagi saya masuk
rumah sakit selama 5 bulan. Setelah itu saya pindah ke pemukiman Liposos
dekat Donorojo. Setelah beberapa bulan di sini, saya jatuh cinta dengan seorang
laki-lalki yang juga pernah mengalmi kusta. Ia pun jatuh cinta dengan saya, dilamr
dan kami menikah ketika saya masih 21. Sekarang kami memiliki anak kembar berusia 3
tahun. Kami senang dan mandiri. Pendapatan kami cukup untuk biaya hidup kami,
kami mengolah tanah dan beternak kambing. Kami tidak ingin pindah ke tempat lain.
Saya lahir di Blora. Ketika saya berumur 17
tahun, saya melihat banyak bercak putih di tangan saya dan tubuh. Ayah
saya mengatakan kepada saya bahwa ada tanda-tanda kusta di tubuh saya. Meskipun
ayah saya buta huruf ia belajar gejala kusta dari petugas kesehatan ketika
mereka melakukan penyuluhan kesehatan di desa kami. Saya tidak peduli apa
yang dikatakan orang tua saya. Ketika saya berumur 25 tahun saya menikah
dan kami mempunyai satu anak. Suatu hari penyakit saya menjadi lebih buruk,
saya mendapat reaksi. Orang tua saya bersikeras agar saya pergi ke RSK Tugurejo di Semarang. Saya opname, dirawat samapai penyakit
saya stabil, tapi jari-jari saya yang cacat. Dokter menyarankan saya untuk
dioperasi enam bulan kemudian. Saya setuju dan harus tinggal di rumah
sakit selama sekitar satu tahun.
Ketika saya dirawat di rumah sakit istri saya takut kena kusta. Dia meminta saya untuk menceraikannya dan akhirnya kami pun bercerai. Anak saya, yang kini sudah berusia 19 tahun, tinggal bersama
kakeknya. Setelah satu tahun di rumah sakit saya dipindahkan ke pemukiman
Liposos. Saya tinggal di sana selama 3 tahun, tapi aku tidak bisa mendiri tinggal di pemukiman. Saya sering jatuh sakit dan berulang-ulang. Saya minta izn untuk tinggal di RS saja, dan diterima. Sekarang saya tidak memiliki rencana lebih
lanjut untuk hidup saya. Saya akan tinggal di sini sampai mati.
Perkembangan RS Donorojo:
Seiring dengan perjalanan waktu, RS Donorojo berkembang juga melayani pasien umum, dan fasilitas medisnya pun sudah dilengkapi.
Ganjar Pranowo, gubernur prov Jawa Tengah mengadakan kunjungan ke RS Donorojo, Klik ini
Perkembangan RS Donorojo:
Seiring dengan perjalanan waktu, RS Donorojo berkembang juga melayani pasien umum, dan fasilitas medisnya pun sudah dilengkapi.
Gambar diambil dari internet, google






