www.berimbang43.com Label: Jateng Koloni
Koloni Kusta Wireskat, Blora
Alamat: Wireskat, Sendangharjo, Blora.
Pintu masuk Wireskat, 2003
Foto bersama di depan Ruang Pertemuan, 3003
Penulis duduk, sebelah kiri
Sejarah singkat dan situasi sekarang.
Pada tahun 1970,
empat pasien kusta dari RSK Kediri datang menemui Pastor Katolik, Pastor
Ernesto Pervari CM. Mereka meminta pekerjaan karena mereka tidak ingin
menjadi pengemis. Pastor Ernesto pulang ke Eropa untuk mendapatkan warisan
dari keluarganya. Sebagian dari dari warisan ia membeli 2 hektar lahan di Desa
Sendangharjo Kabupaten Blora. Dilahan ini mulai dibangun 4 rumah untuk 9
mantan kusta dari RSK Kediri. Sebagian dari warisannya dideposit di bank. Dari
bunga deposit digunakan untuk pengembangkan perumahan dan untuk biaya hidup pasien.
Kemudian, semakin banyak mantan kusta berdatangan terutama dari Nganget dan RSK
Sumberglagah provinsi Jawa Timur. Lahan pemukiman juga perlu diperluas secara
bertahap.
Keadaan pada waktu inventarisasi (2003).
Ada 9 unit rumah dan satu ruang pertemuan berada di
lahan 6 hektar yang disediakan untuk mantan pasien kusta. Jumlah penghuni 79
terdiri dari 43 mantan kusta dan 36 orang sehat. Oleh karena itu proporsi mantan
kusta adalah 54%. Pator Ernesto telah kembali ke Eropah. Wireskat sekarang di bawah pengawasan St Pius
Gereja Blora.
Wireskan punya peraturan dalam penerimaan mantan
kusta.
1. Mereka harus sudah sembuh atau RFT (Relase
Fom Control) dengan surat keterangan dari dokter. 2. Mereka harus mampu bekerja minimal 2 jam
per hari dari pukul 07.00 - 09:00, mengumpulkan batu untuk dijual untuk penghasilan
tambahan.
3. Mereka mendapatkan biaya hidup dari gereja
dengan kriteria sebagai berikut:
- Pasien single (sendiri) mendapatkan
Rp. 90.000 ditambah 20 kg beras per bulan.
- pasien Menikah mendapatkan Rp. 100.000
ditambah 30 kg beras per bulan.
4. Setiap pasangan atau sendiri mendapat 2
pohon kelapa dan 10 meter persegi lahan untuk digarap.
Dilakukan wawanicara dengan 2 mantan kusta (OYPMK). Di bawah ini adalah riwayat singkat 2 mantan kusta.
OYPMK-1
Dilakukan wawanicara dengan 2 mantan kusta (OYPMK). Di bawah ini adalah riwayat singkat 2 mantan kusta.
OYPMK-1
Pria berusia 51 tahun
Saya lahir di Nganget Jawa Timurp ada tahun 1952.
Ketika saya berumur 10 tahun, saya pergi ke Puskesmas karena banyak timbul bercak-bercak seperti panu di kulit saya. Dokter Puskesmas menduga sayasakit kusta dan merujuk ke Rumah Sakit Dr Sutomo di Surabaya untuk konfirmsi diagnosis. Saya dinyatakan sakit kusta, dianjurkan saya berobat saja di RSK Nganget. Sterusnya, saya pindah berbat jalan di RS Dr Sutomo Surabaya.
Teman-teman saya sangat takut penyakit saya, orang
tua saya sangat sedih. Saya diisolasi oleh tetangga. Setelah beberapa
tahun pengobatan rawat jalan di RS Dr. Sutomo, ayah saya mengirim saya ke RSK Sumberglagah
dengan maksud mengasingkan saya dari masyarakat sekitar. Saya tinggal di RS
dari tahun 1962 sampai 1970 kemudian pulang ke rumah. Pada tahun 1972 saya
mendapat reaksi dan kembali berobat ke RSK Nganget. Sekali lagi saya
dirawat. Kemudian saya bertemu Pastor Ernesto pada tahun 1974. Saya diterima
untuk bergabung dengan mantan kusta lain di Wireskat.
Pada tahun 1985 saya menikah dengan seorang wanita
yang pernah mengalami kusta yang juga tinggal di Wireskat sejak tahun 1982.
Sampai saat ini kami belum punya anak. Pada tahun 1999 saya terpilih sebagai
kepala koperasi dengan 20 anggota di Wireskat. Modal pertama dikumpulkan dari
20 anggota sejumlah Rp. 100.000 (Rp 5.000 per anggota). Setelah 3 tahun
aset koperasi telah meningkat menjadi Rp 1.250.000.
Kami mendapat uang dari Wireskat untuk keprluan
hidup (Rp 100.000 per bulan) dan 30 kg
beras per bulan.Untuk penghasilan tambahan Wireskat memberikan kita 10 m2
lahan untuk pertanian dan 2 pohon kelapa. Menurut peratutran saya harus bekerja
daro 07.00 – 09.00, untuk mengumpulkan batu untuk di jual. Keuntungan
dari penjualan batu digunakan untuk menutupi pemeliharaan gedung, penyediaan
air, dan listrik, dll Sejauh ini saya dan istri tidak ada masalah. Kami bisa pergi ke Puskesmas Medang (Puskesmas
terdekat) jika kami membutuhkan pengobatan dan kami diberikan secara cuma-cuma.
Pria berusia 35 tahun
Saya lahir di Blitar dan ikut orang tua di Palembang. Ketika saya
berumur 10 tahun saya melihat banyak ercak-bercak seperti psnu mati rasa di tubuh
saya. Saya tidak peduli tentang hal itu karena tidak menyebabkan masalah, tidak gatal dan tidak sakit. Waktu saya sekolah SMA, guru sekolah mengatakan ahwa bercak-bercak dikulit saya seperti tanda-tanda kusta. Pag guru menyarankan saya untuk pergi ke Puskesmas untuk konsultasi dan
pengobatan. Dari Puskesmas saya dirujuk ke Sungai Kundur Palembang. Saya didiagnosis kusta dan mendapat pengobatan MDT ada pada tahun
1982. Setelah satu tahun minum NDT, saya mengalami yang katanya reaksi, jari-jari saya menjadi dikontraktur (kiting) dan juga punya masalah dengan mata saya.
Pada tahun 1994 saya keluar dari RS Sungai Kundur dan saya memutuskan untuk pergi ke Blitar, tempat saya lahir di Jawa
Tengah. Saya harus bekerja untuk hidup. Tetapi penyakit saya menjadi lebih
buruk, jadi saya pergi ke RSK Kediri mendapt bantuan. Saya tinggal
di RSK Kediri selama 3 tahun. Saya sangat sedih karena
pelayanan RSK sangat kurang memadai dan saya sendiri sangat miskin. Suatu hari saya bertemu
dengan seorang biarawati Katolik dan memintanya untuk pekerjaan. Dia
menyarankan saya untuk mengajukan permohonan untuk bergabung Wireskat. Saya diterima karena saya dapat memenuhi kriteria.
- Surat penryataan RFT dari dokter.
- Cukup kuat untuk bekerja
- Tidak boleh mengemis
Setelah 3 bulan di Wireskat saya bertemu seorang
wanita muda yang terkena kusta dari Tugurejo Semarang. Saya menikah tahun 1999. Kami belum punya anak. Menurut peraturan Wireskat kita mendapatkan subsidi tunai Rp 100.000, 30
kg beras, 2 pohon kelapa dan 10 m2 tanah. Kami beternak ayam untuk
penghasilan tambahan. Semua orang hidup di sini harus bekerja 2 jam per
hari untuk mengumpulkan batu dan menjualnya.Hasil penjualan digunakan untuk pemeliharaan rumah seperti yang diarahkan Wireskat. Wireskat adalah milik
Gereja Katolik. Kami adalah muslim, tapi kami diterima oleh gereja. Ada
12 pasangan muslim dalam total 26. Tidak ada perbedaan antara Muslim dan
penduduk non-muslim. Kami senang tinggal di sini.
Bersambung.....ke Koloni Kusta Jawa Timur
Tulisan Lengkap, klik ini:



