Sunday, October 8, 2017

Masak Menggunakan Bakar Batu "Barapen" Suku Biak, Papua

www.berimbang43.com  Label: Nostalgia


Jubi- Kofur barapen ke! Begitulah ungkapan dalam bahasa Biak, yang selalu keluar dari mama-mama Byak (awin). “ Mari kitorang bakar batu untuk memasak makanan” Suku Biak termasuk dalam wilayah Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua. Penyebaran bahasa Biak sampai ke Kepulauan Raja Ampat dan Teluk Doreri, Mnu Kwar, Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat.

Pada tahun 1992, saya mendapat kesempatan pertama kali berkunjung ke Papua (Biak Numpor, Merauke sampai perbatasan Papua New Guinea). Untuk mencapai Merauke, kami terbang dulu ke Jayapura.  Dalam penerbangan Jayapura - Merauke, pesawat kami terbang disamping Gunung Jayawijaya...yang pertama kali saya melihat puncak gunung yang diliputi es di Indonesia. 
Untuk kemudian saya beberapa kali ke Papua dan yang terakhir saya bekerja 3 bulan di sana sebagai WHO Short term consultant (akhir 1999). 

Saya berangkat dari Jakarta bersama Dr. Yo Yuasa dari The Sasakawa Memorial Health  Foundation (SMHF Jepang).

Tujuan kunjungan adalah melihat program bantuan the Leprosy Mission di bidang Kusta.
Dalam artkel ini saya tidak menulis tentang kesehatan, hanya menulis kenang-kenangan indah yg baru pertama kali mengunjungi Papua. Kenangan indah itu antara lain melihat proses masak menggunakan batu dibakar di Biak.
  Jaman dulu di kampung-kampung di Biak belum mengenal panci atau alat memasak, meskipun waktu itu sudah ada pengetahuan membuat tembikar untuk memanggang sagu dan lain sebagainya. 
Orang Biak hanya mengenal bakar batu tanpa membuat lobang di tanah. Dalam bahasa Biak bakar batu adalah barapen, bar artinya bikin, kerjakan atau buat, sedangkan  apen, berasal dari kata apian yang artinya api, panas, masak; maksudnya bakar batu dan memasak. Barapen bagi orang Biak adalah memasak makanan dengan memakai batu khusus yang dipanaskan terlebih dahulu di atas tumpukan kayu bakar. Hal inilah yang disebut orang memasak khas Papua dengan bakar batu.
Proses barapen: 
1. Mencari batu-batu yang kuat menahan api dan tidak hancur saat dipanaskan. Setelah mengumpulkan batu-batu dan dicuci bersih, kemudian mencari kayu bakar (ai bram), kayu bram ini sangat bagus untuk memanaskan batu-batu. Tumpukan kayu yang disusun rapi kemudian meletakan batu-batu di atasnya dan menyalakan api.
2. Kayu yang membakar batu dibiarkan sampai habis dan tinggal arang dan abu, kemudian pindahkan arang-arang dan batu dengan memakai kapim atau penjepit yang terbuat dari bambu atau pelepah kelapa. 
3. Proses memasak, letakkan daun di tanah untuk lapisan pertama, kemudian taruh di atasnya bahan yang akan dimasak. biasanya jenis yang paling bawah adalah keledai (japan), petatas, kemudian ditutupi dengan daun pisang. Dengan alat penjepit letakkan batu yang membara di atasnya, kemudian tutup lagi denga daun pisang (sebagai alas untuk bahan selanjutnya). Pada lapisan ini biasanya ditaruh bahan sayur-sayuran, seperti daun pepaya, daun petatas, kl sekarang ditaruh sayur yang sudah dibumbui dalam kotak aluminium foil. Letakkan bara batu di atas daun pisang, kemudian tutupi lagi dengan daun pisan untuk alas bahan masakan lapisan ke 3 (biasanya daging babi, atau daging halal: ikan, ayam daging sapi dll). Tutup lagi dengan daun pisang, letakkan di atasnya bara batu.
Setelah semua makanan sudah masuk kemudian ditutupi dengan daun-daun, agar asap atau uap panas tak boleh keluar dari dalam. Kemudian dibiarkan selama satu jam atau lebih dan barapen boleh dibuka untuk makan bersama. Mereka tau persis berapa lama makanan sudah masak semua.


Lokasi foto-foto di bawah ini adalah di kompleks Puskesmas Biak




Semua masakan sehat dan halal (tidak ada babi)
<meta NAME=”Description” CONTENT=”Dr Yamin Hasibuan“> <title> <head> <meta NAME=”keywords” CONTENTS” Kesehatan, Artikel, nostalgia, ”<head> <meta name =”robot” content=”index”> <meta name=”robot” content=follow”