Wednesday, August 16, 2017

Umat Islam Mengucapkan GBU & R.I.P

Renungan


Sebelumnya saya minta maaf jika ada yang kurang berkenan dengan tulisan saya ini.
Maksud tulisan ini hanya menjelaskan GBU dan R.I.P. Tentang boleh atau tidak diucapkan seorang muslim itu tergantung kepada niat masing-masing. Kalau ucapan itu sudah memasyarakat dengan tujuan yang baik, tentu yang mengucapakan merasa tidak ada masalah. Kalu hanya ikut-ikutan, maka perlu diketahui asal muasal GBU dan R.I.P dan juga merujuk ke Al Quran sebagai pegangan muslim, agar seorang muslim bisa tepat ucapanny. Masih banyak kata-kata, ungkapan-ungkapan lain yang baik. Ungkapan-ungkapan lain itu tidak mengurangi rasa tolenransi dan persaudaraan kepada kaum nasrani.

Di akhir perbincang sms, chatting, posting, komen, telp, imel sering kita menulis kata God Bless You (GBU) atau R.I.P (Rest in Peace). Sebenarnya apa sih arti kata itu???

Pertama kita bahas God Bless You (GBU)

Quote: PENGERTIAN “GOD BLESS YOU” (TUHAN MEMBERKATIMU)

Ketika orang nasrani memberkati orang nasrani lain, dia meminta kepada Tuhan mereka agar memberi nilai tambah, kemakmuran, perlindungan atau perkembangan rohani kepada mereka. Ada tiga assumsi:

  • Tuhan akan memberkati manusia. 
  • Ia menggunakan manusia untuk memberkati orang lain. 
  • Orang nasrani dapat memberi nilai tambah pada kehidupan orang lain ketika Saudara memberkati mereka.

Apa arti sebenarnya dari “GOD BLESS YOU” (TUHAN MEMBERKATIMU)?
Seusai kebaktian, orang nasrani pada umumnya saling mengucapkan “Tuhan memberkatimu”. Apa artinya?
Setiap menutup percakapan telpon, atau SMS biasanya mereka mengatakan “Tuhan memberkatimu”, apa artinya?
Sebelum makan, pada umumnya orang nasrani akan berdoa: ”Tuhan, berkati hidangan yang tersedia, dan berkati juga tangan-tangan yang sudah menyediakannya..........” Apa artinya kita memberkati makanan?

LATAR BELAKANG ALKITABIAH TENTANG BERKAT

Kata “berkat” dalam Perjanjian Lama berasal dari bahasa Ibrani yang artinya “berlutut”, seperti yang dilakukan oleh rakyat yang berlutut di hadapan seorang raja ketika mengajukan suatu permintaan. Mereka mungkin meminta uang, kenaikan pangkat, penghargaan atau beberapa berkat lainnya – beberapa “nilai tambah” bagi kehidupannya. Dengan jalan berlutut di hadapan raja, sebetulnya mereka juga “memberkati” raja karena sudah menghormati raja. Sebagai balasannya, mereka berharap raja akan memberkati mereka.

Sesuai dengan pengertian tersebut, manusia juga terdorong untuk “memberkati Tuhan” dan “memberkati nama Tuhan yang kudus”. “Pujilah Tuhan, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! Bless the Lord, O my soul; And all that is within me, bless His holy name! (Mzm 103:1). bukan berarti mereka memberi “nilai tambah’ kepada Tuhan”, tetapi orang nasrani berlutut dihadapannya dalam penyembahan.

Jadi istilah “berkat” dalam Alkitab meliputi pengertian yang jauh lebih luas dari sekedar “nilai tambah”. Tuhan berjanji untuk memberkati umat-Nya dalam Perjanjian Lama dengan berbagai cara dan keadaan apabila mereka mau mengikut Dia:
”(3)Diberkatilah engkau di kota dan diberkatilah engkau di ladang. (4)Diberkatilah buah kandunganmu, hasil bumimu dan hasil ternakmu, yakni anak lembu sapimu dan kandungan kambing dombamu. (5)Diberkatilah bakulmu dan tempat adonanmu. (12)Tuhan akan membuka bagimu perbendaharaan-Nya yang melimpah, yakni langit, untuk memberi hujan bagi tanahmu pada masanya dan memberkati segala pekerjaanmu ....................” (Ulangan 28:3-5, 12).

Semua jenis berkat dalam konsep tersebut adalah begitu luas, sehingga pengertiannya hampir sama dengan istilah ”shalom” dalam bahasa Ibrani, yang sering kali diterjemahkan sebagai ”damai sejahtera”. Istilah ”damai sejahtera” memiliki pengertian yang jauh lebih luas daripada sekedar lawan kata perang. Ketika Tuhan memberkati umat-Nya – atau memberi mereka damai sejahtera – Tuhan mmemberikan suatu keadaan yang nyaman, aman, dan dalam perlindungan penuh dari Tuhan. Karena itu biasanya istilah ”berkat” dan ”damai sejahtera” digunakan bersama-sama, seperti dalam Mazmur 29:11 ”TUHAN kiranya memberkati umat-Nya dengan sejahtera!”

Dalam Perjanjian Baru, istilah ”berkat” berasal dari bahasa Yunani eulogeo. Istilah ini terdiri dari awalan eu, yang artinya ”baik” dan logeo, ”berkata” jadi pada saat orang nasrani memberkati seseorang, Saudara ”mengatakan hal-hal yang baik” kedalam hidupnya.

Bagaimana sebaiknya pendirian muslam?

Sesungguhnya setiap muslim telah dibimbing untuk senantiasa memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar ditunjukkan kepada jalan yang lurus, yaitu jalan yang telah ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Bila kita ingin mendoakan saudara Muslim kita, maka ucapkan "Assalamu'alaikum Wa rahmatullahi wa barokatuh". Bukan yang lain.

Semestinya seorang muslim selalu berpegang kuat dengan agamanya dalam seluruh aspek kehidupannya baik akidah, tata cara beribadah, aturan-aturan pergaulan, akhlak, maupun kebiasaannya. Namun masih banyak dari kaum muslimin yang kurang memperhatikan masalah ini. Maka tentunya hal ini menunjukkan lemahnya iman. Mereka tidak tahu bahwa dirinya telah tertipu dengan meninggalkan ajaran yang mulia dan mengambil ajaran agama lain.

Dalil:
“Dan tidak akan rela orang-orang Yahudi dan Nasrani kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka.” (QS al-Baqarah: 120)

Kedua, R.I.P (Rest in Peace)

RIP (rest in peace) adalah bahasa Inggris yang biasa dipakai Nasrani untuk mendoakan orang mati diantara mereka.

Bolehkan muslim mengucapkan R.I.P pada temannya seagama atau agama lain?

Pertama: Jika ucapan tersebut adalah kebiasaan orang-orang non-muslim maka hukumnya haram karena seorang muslim diharamkan menyerupai orang-orang kafir. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبه بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia bagian dari mereka.” [HR. Abu Daud dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma, Al-Irwa’: 1269]

Kedua: Kalaupun ucapan tersebut bukan kebiasaan orang-orang kafir maka tetap saja tidak dibenarkan karena tidak berdasarkan dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan tidak pula bermakna do’a. Adapun yang disyari’atkan adalah mengucapkan istirja’ (innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un) dan mendo’akan agar si mayit mendapatkan ampunan, dengan do’a-do’a yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, seperti do’a Nabi shallallahu’alaihi wa sallam untuk Abu Salamah radhiyallahu’anhu, sahabat beliau yang meninggal dunia,

اللهُم اغْفِرْ لأَبِى سَلَمَةَ وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ فِى الْمَهْدِيين وَاخْلُفْهُ فِى عَقِبِهِ فِى الْغَابِرِينَ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ يَا رَب الْعَالَمِينَ وَافْسَحْ لَهُ فِى قَبْرِهِ وَنَورْ لَهُ فِيهِ

“Ya Allah ampunilah Abu Salamah, angkatlah derajatnya di tengah orang-orang yang mendapatkan hidayah, gantikanlah sepeninggalnya untuk orang-orang yang ia tinggalkan, ampunilah kami dan dia wahai Rabbal ‘aalamiin, luaskanlah kuburannya dan terangilah dia padanya.” [HR. Muslim dari Ummu Salamah radhiyallahu’anha]

Ketiga: Jika makna ucapan tersebut adalah, “Beristirahatlah dalam damai” maka itu tidak benar, sebab kita tidak tahu kondisi orang yang mati itu, apakah ia dalam keadaan mendapatkan nikmat ataukah adzab kubur. Demikian pula setelah hari kebangkitannya, kita tidak tahu apakah ia termasuk penghuni surga atau neraka. Jika yang meninggalkan dalam keadaan muslim, kita tidak bisa mengklaim ia pasti beristirahat dengan tenang, sebab hanya Allah ta’ala yang mengetahuinya, kewajiban kita hanyalah mendo’akannya. Akan tetapi seorang muslim itu, kalaupun ia mendapatkan azab kubur dan neraka maka azabnya tidaklah kekal seperti orang-orang kafir.

Wallohu 'alam bishawab.

===