Setelah
mempertimbangkan banyak hal, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) resmi menetapkan
kecanduan game atau game disorder sebagai penyakit gangguan mental.
Hal ini setelah WHO
menambahkan kecanduan game ke dalam versi terbaru International
Statistical Classification of Diseases (ICD), Senin (18/6/2018).
ICD merupakan
sistem yang berisi daftar penyakit berikut gejala, tanda, dan penyebab yang
dikeluarkan WHO.
Berkaitan dengan
kecanduan game, WHO memasukkannya ke daftar “disorders due to addictive
behavior” atau penyakit yang disebabkan oleh kebiasaan atau kecanduan.
Dirangkum Science
Alert, Selasa (19/6/2018), kecanduan game bisa disebut penyakit bila memenuhi
tiga hal.
Pertama, seseorang
tidak bisa mengendalikan kebiasaan bermain game.
Kedua, seseorang
mulai memprioritaskan game di atas kegiatan lain.
Ketiga, seseorang
terus bermain game meski ada konsekuensi negatif yang jelas terlihat.
WHO mengatakan, ketiga
hal ini harus terjadi atau terlihat selama satu tahun sebelum diagnosis dibuat.
Selain itu, WHO
mengatakan permainan di sini mencakup berbagai jenis permainan yang dimainkan
seorang diri atau bersama orang lain, baik itu online maupun offline.
Meski demikian,
bukan berarti semua jenis permainan bersifat adiktif dan dapat menyebabkan
gangguan.
“Bermain game
disebut sebagai gangguan mental hanya apabila permainan itu mengganggu atau
merusak kehidupan pribadi, keluarga, sosial, pekerjaan, dan pendidikan,”
menurut WHO.
“Sudah banyak cukup
bukti yang menunjukkan kecanduan game dapat menimbulkan masalah kesehatan,”
tulis WHO dalam situs resminya.
Sumber: kompas.com
================
Jangan Berikan Anak Gadget Saat Sedang Rewel
================
Jangan Berikan Anak Gadget Saat Sedang Rewel
Eramuslim – Jaman sekarang
kebanyakan dari orang tua tidak mau ambil pusing kalau anaknya sedang rewel.
Mereka cenderung langsung memberikan gadget untuk menaklukkan sang anak.
Masalah pun terselesaikan dengan mudah dan cepat. Namun, tahukah anda kalau hal
ini tidak baik?
Kondisi ini sebenarnya merupakan
kenyataan miris. Sikap orangtua memberikan gadget demi membuat anak lebih
terkontrol. Namun mereka belum sadar akan bahaya smartphone yang akan
ditimbulkan. Pasalnya hal ini akan berdampak buruk pada perkembangan emosi anak
karena justru mereka cenderung kecanduan dengan gadget.
Ikatan Dokter anak Amerika Serikat (American Academy of Pediatrics) sangat menekankan para
orangtua untuk tidak menggunakan teknologi sebagai cara untuk menenangkan atau
menenteramkan emosi negatif pada anak.
“Dengan langsung ‘memperbaiki’
emosi anak dengan gadget maka ia tidak akan belajar bagaimana mengelolanya,”
ungkap Megan Owenz, seorang psikolog anak, dikutip dari Motherly.
Secara khusus mereka menyatakan,
“Kekhawatiran bahwa menggunakan media/gadget sebagai strategi untuk
menenangkan, dapat menyebabkan masalah dengan pengaturan batas atau
ketidakmampuan anak-anak untuk mengembangkan regulasi emosi mereka sendiri” .
” Pada dasarnya, anak-anak
membutuhkan pengalaman merasakan emosi-emosi negatif yang ada. Hal itu membantu
anak mengembangkan pengendalian diri dan akan sangat dibutuhkan dalam membentuk
aspek kecerdasan emosinya,” ujar Owenz.