Thursday, July 5, 2018

WHO Resmi Tetapkan Kecanduan Game Sebagai Gangguan Mental


Setelah mempertimbangkan banyak hal, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) resmi menetapkan kecanduan game atau game disorder sebagai penyakit gangguan mental.
Hal ini setelah WHO menambahkan kecanduan game ke dalam versi terbaru International Statistical Classification of Diseases (ICD), Senin (18/6/2018).
ICD merupakan sistem yang berisi daftar penyakit berikut gejala, tanda, dan penyebab yang dikeluarkan WHO.
Berkaitan dengan kecanduan game, WHO memasukkannya ke daftar “disorders due to addictive behavior” atau penyakit yang disebabkan oleh kebiasaan atau kecanduan.
Dirangkum Science Alert, Selasa (19/6/2018), kecanduan game bisa disebut penyakit bila memenuhi tiga hal.
Pertama, seseorang tidak bisa mengendalikan kebiasaan bermain game.
Kedua, seseorang mulai memprioritaskan game di atas kegiatan lain.
Ketiga, seseorang terus bermain game meski ada konsekuensi negatif yang jelas terlihat.
WHO mengatakan, ketiga hal ini harus terjadi atau terlihat selama satu tahun sebelum diagnosis dibuat.
Selain itu, WHO mengatakan permainan di sini mencakup berbagai jenis permainan yang dimainkan seorang diri atau bersama orang lain, baik itu online maupun offline.
Meski demikian, bukan berarti semua jenis permainan bersifat adiktif dan dapat menyebabkan gangguan.
“Bermain game disebut sebagai gangguan mental hanya apabila permainan itu mengganggu atau merusak kehidupan pribadi, keluarga, sosial, pekerjaan, dan pendidikan,” menurut WHO.
“Sudah banyak cukup bukti yang menunjukkan kecanduan game dapat menimbulkan masalah kesehatan,” tulis WHO dalam situs resminya.
Sumber: kompas.com

================

Jangan Berikan Anak Gadget Saat Sedang Rewel


Eramuslim –  Jaman sekarang kebanyakan dari orang tua tidak mau ambil pusing kalau anaknya sedang rewel. Mereka cenderung langsung memberikan gadget untuk menaklukkan sang anak. Masalah pun terselesaikan dengan mudah dan cepat. Namun, tahukah anda kalau hal ini tidak baik?
Kondisi ini sebenarnya merupakan kenyataan miris. Sikap orangtua memberikan gadget demi membuat anak lebih terkontrol. Namun mereka belum sadar akan bahaya smartphone yang akan ditimbulkan. Pasalnya hal ini akan berdampak buruk pada perkembangan emosi anak karena justru mereka cenderung kecanduan dengan gadget.

Ikatan Dokter anak Amerika Serikat (American Academy of Pediatrics) sangat menekankan para orangtua untuk tidak menggunakan teknologi sebagai cara untuk menenangkan atau menenteramkan emosi negatif pada anak.



“Dengan langsung ‘memperbaiki’ emosi anak dengan gadget maka ia tidak akan belajar bagaimana mengelolanya,” ungkap Megan Owenz, seorang psikolog anak, dikutip dari Motherly.
Secara khusus mereka menyatakan, “Kekhawatiran bahwa menggunakan media/gadget sebagai strategi untuk menenangkan, dapat menyebabkan masalah dengan pengaturan batas atau ketidakmampuan anak-anak untuk mengembangkan regulasi emosi mereka sendiri” .
” Pada dasarnya, anak-anak membutuhkan pengalaman merasakan emosi-emosi negatif yang ada. Hal itu membantu anak mengembangkan pengendalian diri dan akan sangat dibutuhkan dalam membentuk aspek kecerdasan emosinya,” ujar Owenz.